Bayi Lahir di Bawah 47cm, Hati-Hati Terkena Stunting

Selasa, 26 November 2019 - 05:44 WIB
Bayi Lahir di Bawah...
Bayi Lahir di Bawah 47cm, Hati-Hati Terkena Stunting
A A A
JAKARTA - Stunting merupakan salah satu persoalan kesehatan yang masih menjadi perhatian pemerintah. Hal ini tidak terlepas dengan semakin banyak masyarakat yang terkena stunting. Apabila tidak segera diselesaikan, tentunya permasalahan ini akan mempengaruhi kemajuan bangsa.

Sebagaimana diketahui, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Dalam jangka panjang, stunting berdampak negatif untuk kecerdasan anak dan meningkatkan risiko anak terkena penyakit tidak menular.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Angkanya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, angkanya turun menjadi 27,67 persen. Angka ini masih tinggi, karena harus berada di bawah ambang batas standar WHO yaitu 20 persen.

"Semakin banyak sumber daya manusia yang terkena stunting, itu akan menjadi beban bangsa, bukan sebagai modal. SDM seperti itu tidak memberikan banyak kemajuan bangsa karena pertumbuhannya terganggu," kata Ketua Ketua Umum Penggurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih dalam perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia yang ke-111 dan HUT ke-69 Ikatan Dokter Indonesia di kawasan Senayan, Jakarta, akhir pekan kemarin.

Menurutnya, cara paling mudah mengenali stunting adalah pada saat lahir, panjang bayi tidak mencapai 47cm. Semenetara untuk penyebab stunting adalah asupan gizi yang kurang saat seorang ibu sedang hamil, pola asupan gizi yang tidak teratur, kemudian ada penyakit yang tidak baik saat hamil, misalnya terjadi infeksi. "Tiga ini penyebab utama. Makanya perlu pengenalan stunting bagi calon pengantin dan ibu hamil," tandas Daeng.

Dia memaparkan, hasil penelitian menunjukkan bayi yang terkena stunting menyebabkan seluruh organ tubuh, terutama otak tidak berkembang baik. Kondisi ini berpengaruh pada perkembangan kepribadian seorang anak yang terkena stunting. "Ke depan, kami dari IDI akan semakin masif lakukan kampanye antistunting. Kami lakukan gerakan nyata dengan turun ke masyarakat sosialisi," tuturnya.

Dokter Anak, dr Reisa Broto Asmoro mengatakan, 1 dari 3 anak di bawah 5 tahun mengalami stunting karena kurang protein atau kurang gizi. Data 2018 menunjukkan balita stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. "Balita yang memiliki badan sangat pendek sebanyak 11,5 persen dengan tinggi badan terendah 19cm. Ini tidak dapat dianggap sepele. Betul-betul membutuhkan perhatian khusus. Kita semua perlu ikut serta dalam menurunkan angka stunting ini," ujarnya.

Sementara, Head of KlikDokter, Mia Argianti menuturkan, penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting dalam mencegah stunting, karena anak remaja menjadi pintu masuk dan ujung tombak perubahan paradigma kesehatan. Menurutnya, pada masa remaja, pengetahuan tentang kesehatan penting untuk diketahui guna menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

"Salah satu pengetahuan kesehatan yang penting di usia remaja adalah kesehatan reproduksi karena dapat memicu terjadinya penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, dan kanker mulut rahim atau kanker serviks," terang Mia.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1604 seconds (0.1#10.140)